Halaman

Label

Sabtu, 11 Juni 2011

Rumah Hantu Bagian 9


Saat aku mulai melangkah ke halaman, suasana dingin langsung menyergapku. Aku merasa sangat kedinginan sampai ke tulangku. Dan anehnya hanya di halamanku saja suasananya seperti ini.

Tiba-tiba aku punya firasat aneh, dan bulu kudukku merinding. Dan aku bisa mendengar suara nafasku sendiri yang mulai tidak beraturan. Mungkin karena kesunyian yang sangat jelas disini.


Aku mendengar suara nafas yang bukan berasal dariku. Ada orang lain disini dan aku sangat yakin dari nafasnya dia sangat kedinginan. Aku mulai mencari asal suara nafas itu di segala tempat di halaman. Tapi, aku tidak menemukan ada orang di halaman.

Aneh memang diriku ini, bukannya keluar dari halaman, aku malah terus mengitari mencari asal suara itu. Rasa penasaran telah menghapus rasa takutku. Aku ingin mengetahui asal suara itu.

Tiba-tiba suara nafas itu berhenti dan berganti dengan suara, “Sarah… Sarah…,” dan terus begitu. Bulu kudukku semakin merinding dan suasana dingin semakin bertambah.

Suara itu semakin lama semakin keras dan berulang-ulang menyebut namaku. Meskipun aku berusaha menutup telingaku, suara itu tetap terdengar bahkan semakin keras dan semakin keras seakan-akan berasal dari segala arah.

Aku semakin takut dan berusaha untuk pergi. Tapi, saat aku mulai melangkah, kakiku seakan-akan dipaku ke tanah sehingga aku tidak bisa menggerakkan kakiku. Semakin aku berusaha menggerakkan kakiku, semakin aku tidak bisa bergerak.

Hal itu menjadi tidak lebih baik saat aku melihat seorang anak muncul tiba-tiba di depanku. Wajahnya terlihat kalau dia habis menangis dan wajahnya pucat kedinginan. Matanya yang putih melihatku dan langsung tersenyum lebar.

Dengan langkah perlahan dia menuju ke arahku yang sedang bersusah payah untuk berlari tapi tidak berhasil. Anak perempuan itu pasti anak dari wanita penghuni rumah itu. Dan dia ingin mengambil nyawaku.

Aku terus berusaha berjalan tapi tidak berhasil juga. Dia semakin dekat ke arahku. Kulihat dia tertawa dengan keras dan bergumam tidak jelas. Aku mendengar dia berkata, “Aku telah menunggumu sejak lama, Sarah!”

Mendengar ucapannya itu aku semakin takut tapi tidak kuasa untuk bergerak, aku hanya bisa berteriak minta tolong yang pasti tidak akan terdengar orang lain. Ketika jaraknya denganku sudah satu jengkal aku langsung menutup mataku.

Tidak ada yang terjadi. Ketika kubuka mataku, kulihat anak itu sudah tidak ada. Dia lenyap dengan seketika layaknya ditelan bumi. Tapi tiba-tiba ada yang menyentuh pundakku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar