Halaman

Label

Jumat, 10 Juni 2011

Rumah Hantu Bagian 7


Wanita itu terus tertawa setiap dia melangkah ke arah tempat tidurku. Ketika dia mencapai tempat tidurku, dia menangkap kakiku dan sontak kakiku membeku terkena tangannya yang dingin. Aku langsung berteriak, “AAA……..”

Dan wanita itu telah menghilang…


Aku mulai bernafas lega dan membuka selimutku. Tapi, saat aku membuka selimutku, aku melihat wanita itu menindihku dan tertawa keras. Dia sedikit demi sedikit merayap mendekati wajahku. Wajahnya sangat pucat, dan wajahku juga mulai pucat.

Saat aku dan wanita itu bertatap muka, tiba-tiba bonekaku bergerak dan menghantam wanita itu  sehingga wanita itu terjatuh dari tempat tidurku. Mira telah menyelamatkanku.

Tapi, wanita itu tidak menyerah. Dia bangkit dan berjalan ke arah bonekaku yang tergeletak. Dan dari dalam bonekaku keluar sesosok roh anak perempuan, dia adalah Mira.

Aku ngeri melihat pertempuran dua hantu itu. Wanita itu mencekik Mira dan tertawa dengan keras. Kulihat Mira kehabisan nafas dicekik oleh wanita itu. Tapi, dengan cekatan, Mira menendang wanita itu hingga dia jatuh tersungkur.

Mira melepaskan gelang di tangannya dan melemparnya ke arah wanita itu. Seketika gelang itu membesar dan mengikat wanita itu. Wanita itu berteriak dengan kencang dan langsung menghilang, begitu juga dengan Mira.

Mendadak aku mengantuk dan tertidur layaknya dihipnotis. Dan ketika aku bangun paginya dari tidurku, kulihat wajah bonekaku berubah sedih. Dan aku tahu kalau kejadian buruk telah terjadi.

Aku  langsung berlari keluar dari kamarku. Ingatan tentang pertarungan antara Mira dan wanita itu masih melekat di  kepalaku. Aku ingin mengetahui apa yang terjadi pada Mira setelah itu, karena itu  aku buru-buru pergi keluar rumah.

Saat aku mencapai meja makan, kulihat ibuku sedang menyiapkan sarapan, “Selamat pagi, Sarah!” kata ibuku. Kulihat ibuku terlihat sangat lelah, “Pagi, bu! Ada apa, bu? Ibu terlihat lelah,” tanyaku cemas.

“Tidak apa-apa, Sarah! Ibu hanya capek saja,” kata ibuku sambil berusaha tersenyum. Melihat ibuku seperti itu, aku merasa sangat kasihan. “Ibu perlu bantuan? Sini biar Sarah yang membereskan peralatan,” kataku sambil membereskan sarapan. “Tidak perlu, Sarah. Ibu bisa mengerjakannya sendiri,” kata  ibuku sambil tersenyum.

“Sudahlah, bu! Biar Sarah bantu ibu. Lagian Sarah sedang tidak ada pekerjaan. Jadi Sarah bantu ibu saja ya!” kataku melanjutkan membereskan sarapan. “Kalau begitu ya sudah. Terserah kamu saja,” kata ibuku.

Karena aku sedang berberes, aku tidak memperhatikan ibuku yang terus memperhatikanku dengan senyum yang aneh. Senyum yang lebih terlihat seperti seringai jahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar